Universitas Hasanuddin (UNHAS) melalui Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Shanghai Ocean University dan Guangdong Ocean University menggelar Talent Cultivation & Technical Personnel Training Course, Sino-Indonesia Technical Cooperation on Offshore Marine Eco-Ranching pada 29 Oktober 2024. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas teknis dan praktis dalam pengelolaan serta pengembangan marine eco-ranching berbasis teknologi artificial reef, sekaligus memperkuat hubungan Indonesia-Tiongkok dalam konservasi laut dan pembangunan ekonomi biru.

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS membuka pelatihan dengan apresiasi terhadap kolaborasi yang telah terjalin sejak 2022 bersama kedua universitas di Tiongkok. Menurut beliau, pengalaman dan pengetahuan mendalam yang dimiliki Tiongkok dalam berbagai aspek kelautan menjadi pelajaran berharga. “China adalah mitra yang luar biasa dalam bidang maritim. Kami berharap melalui pelatihan ini, kita bisa belajar dari teknologi serta inovasi yang dikembangkan di sana, yang diharapkan dapat berdampak besar bagi keberlanjutan ekosistem laut di Indonesia,” ungkapnya.
Serangkaian materi dan diskusi ilmiah diberikan oleh pakar-pakar kelautan dari kedua universitas Tiongkok. Prof. Zhou Zhang mengawali pelatihan dengan memperkenalkan konsep dasar artificial reef, yang merupakan struktur buatan yang dirancang untuk menggantikan fungsi terumbu alami yang rusak. Menurut Prof. Zhang, artificial reef tidak hanya berdampak ekologis tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir. Ia menjelaskan bahwa struktur ini dapat mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan serta mengurangi tekanan pada terumbu karang alami.

Selanjutnya, Prof. Zhaoyang Jiang dari Shandong University menjelaskan lebih dalam mengenai desain dan metode instalasi artificial reef. Ia menguraikan berbagai jenis material yang digunakan, mulai dari beton, besi, batu, hingga kayu, yang mana setiap bahan dan desainnya disesuaikan dengan kebutuhan ekologi setempat. Prof. Jiang juga mengisahkan bahwa teknologi artificial reef di Tiongkok berkembang pesat, dari material tradisional seperti bambu, hingga struktur kompleks yang ramah lingkungan dan mampu menahan tekanan laut.
Dr. Shike Gao dari Shanghai Ocean University kemudian memberikan paparan tentang survei dampak ekologi dari instalasi artificial reef. Menurut Dr. Gao, setiap struktur yang ditempatkan di laut harus dievaluasi dampaknya, baik dari segi ekologi, ekonomi, maupun sosial. Survei rutin terhadap area terumbu meliputi pengukuran kualitas air, sedimen, serta produktivitas perikanan untuk mengetahui bagaimana artificial reef dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir.
Dalam sesi selanjutnya, Prof. Liqiang Zhao dari Guangdong Ocean University menyoroti peran penting kerang sebagai salah satu biota laut yang sangat mendukung keberlanjutan ekonomi biru. Kerang tidak hanya berfungsi sebagai filter feeder yang membersihkan ekosistem, tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi di bidang pariwisata dan industri pangan. Prof. Zhao menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan budidaya kerang yang berkelanjutan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi pesisir.
Dr. Jie Zhou, sebagai pemateri terakhir, memaparkan tentang metode pemantauan dan restorasi terumbu karang. Dr. Zhou menekankan pentingnya pelestarian terumbu karang yang terancam pemutihan akibat perubahan iklim. Ia menjelaskan bahwa pemantauan terumbu dapat dilakukan dengan berbagai teknik modern, seperti penggunaan eDNA, teknologi akustik, dan bahkan robotika. Selain itu, penggunaan artificial reef juga dapat membantu restorasi terumbu karang dengan menyediakan habitat baru bagi biota laut. “Terumbu karang tidak hanya kaya akan potensi pangan dan wisata, tetapi juga merupakan pelindung alami pesisir yang harus dijaga kelestariannya,” ujar Dr. Zhou. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan secara hybrid, diikuti oleh peserta dari berbagai instansi baik nasional maupun internasional, termasuk akademisi, pemerhati lingkungan, dan perwakilan pemerintah. Antusiasme peserta menunjukkan tingginya minat terhadap teknologi artificial reef sebagai solusi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Dengan pelatihan ini, UNHAS berharap dapat mewujudkan langkah nyata dalam pengelolaan dan pelestarian sumber daya laut melalui teknologi inovatif, menjadikan Indonesia lebih siap dalam menghadapi tantangan kelautan di masa depan.

