Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin (FIKP UNHAS) bekerja sama dengan Shanghai Ocean University dan Guangdong Ocean University sukses menyelenggarakan Seminar Internasional Pembangunan Marine Ranching pada 28 Oktober 2024 di Hotel Unhas. Seminar ini menjadi salah satu rangkaian dari Sino-Indonesia Technical Cooperation on Offshore Marine Eco-Ranching, yang berfokus pada pemanfaatan artificial reef untuk mendukung ekosistem laut yang berkelanjutan dan memperkuat ekonomi biru di kawasan pesisir Indonesia.

Rektor UNHAS, Prof. Jamaluddin Jompa, dalam sambutannya menyoroti urgensi pemulihan ekosistem bawah laut yang kini dalam kondisi kritis. Ia berharap bahwa kolaborasi ini dapat memberikan dampak besar tidak hanya bagi ilmu pengetahuan dan konservasi ekosistem laut, tetapi juga bagi kesejahteraan masyarakat pesisir. “Ekosistem bawah laut kita berada pada kondisi yang rentan. Salah satu solusi yang bisa membantu adalah melalui kegiatan marine ranching yang memerlukan pendekatan lintas disiplin, mencakup ekologi, teknologi, hingga ekonomi masyarakat,” ungkapnya.

Kolaborasi dengan China untuk Pemulihan Ekosistem Laut

Dalam kesempatan ini, Prof. Billin Liu, Koordinator Proyek dari pihak Tiongkok, menyampaikan kebanggaannya atas kemitraan dengan UNHAS yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri China. Ia menekankan bahwa proyek ini telah membawa kerja sama yang signifikan di bidang konservasi dan penelitian kelautan. Prof. Liu juga menyatakan harapan agar seminar ini menjadi tonggak penting dalam mempererat hubungan ilmiah antara Indonesia dan China, khususnya dalam menghadapi tantangan bersama di sektor kelautan.

Paparan Pakar dan Hasil Diskusi Seminar

Beberapa pakar dari universitas China dan Indonesia membagikan pengetahuan mereka mengenai marine ranching, teknologi artificial reef, dan inovasi akuakultur. Prof. Xuefeng Wang dari Guangdong Ocean University menjelaskan potensi besar sektor akuakultur, yang pada tahun 2022 menghasilkan $296 miliar secara global. Ia menyoroti pentingnya pengelolaan stok sumber daya perikanan melalui pemasangan artificial reef untuk mendukung produktivitas ekosistem dan keberlanjutan.

Prof. Shuo Zhang dari Shanghai Ocean University melanjutkan dengan menjelaskan manfaat keragaman struktur artificial reef, yang terbukti meningkatkan populasi dan keberagaman ikan di Teluk Haizhou, China. Ia menunjukkan bahwa penerapan strategi serupa di Indonesia berpotensi meningkatkan stok ikan dan kelestarian ekosistem laut.

Dari pihak UNHAS, Dr. Syafyudin Yusuf menguraikan upaya rehabilitasi terumbu karang menggunakan artificial reef untuk mengatasi kerusakan habitat. Menutup sesi seminar, Dr. Suryadi Saputra dari BRIN menekankan bahwa pendekatan marine ranching tidak hanya mendukung spesies ikan bernilai ekonomi tinggi tetapi juga berbagai biota laut seperti teripang, kepiting, dan abalon yang sangat penting bagi ekonomi pesisir. Seminar yang dihadiri oleh 130 peserta ini mencakup berbagai pihak dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), LSM, akademisi, dan media. Dengan adanya seminar internasional ini, FIKP UNHAS berharap kerja sama ini dapat memberikan solusi nyata untuk pemulihan ekosistem laut Indonesia serta mendukung ketahanan pangan dan keberlanjutan ekonomi bagi masyarakat pesisir.

en_USEnglish